Bismillahirahmanirrahim
Assalamualaikum
Wr.wb
Orang
Kanekes
Pagi yang cerah ini boleh dong nge-share
sedikit informasi tentang Suku Baduy. Pada mulanya ini adalah tugas IPS yang
diberikan oleh Sang guru untuk mengetahui nama-nama suku yang beragam di
Indonesia, nah kebetulan saya mendapat pilihan tentang Suku Baduy. Yaps pasti
kalian sudah tidak asing lagikan jika saya menyebut-menyebut Suku Baduy atau
juga yang sering disebut Orang Kanekes. Orang Kanekes ini bermukim tepat di kaki pegunungan Kendeng di desa
Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung, Banten, berjarak
sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung. Wilayah yang merupakan bagian dari
Pegunungan Kendeng dengan ketinggian 300 – 600 m di atas permukaan laut,
wilayah Kanekes secara geografis terletak pada koordinat 6°27’27” – 6°30’0” LS
dan 108°3’9” – 106°4’55” BT.
Menurut
Etimologi, sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang
diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari
sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah
(nomaden). Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy
yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka
menyebut diri sebagai urang Kanekes atau "orang Kanekes"
sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama
kampung mereka seperti Urang Cibeo.
Kelompok Masyarakat, Orang Kanekes memiliki hubungan sejarah dengan orang Sunda. Penampilan
fisik dan bahasa mereka mirip dengan orang-orang Sunda pada umumnya.
Satu-satunya perbedaan adalah kepercayaan dan cara hidup mereka. Orang Kanekes
menutup diri dari pengaruh dunia luar dan secara ketat menjaga cara hidup
mereka yang tradisional, sedangkan orang Sunda lebih terbuka kepada pengaruh
asing dan mayoritas memeluk Islam.
Masyarakat Kanekes secara umum terbagi
menjadi tiga kelompok yaitu tangtu, panamping, dan dangka
Kelompok tangtu adalah
kelompok yang dikenal sebagai Kanekes Dalam (Baduy Dalam),
yang paling ketat mengikuti adat, yaitu warga yang tinggal di tiga kampung:
Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik. Ciri khas Orang Kanekes Dalam adalah
pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala putih.
Mereka dilarang secara adat untuk bertemu dengan orang asing.
Kanekes Dalam adalah bagian dari
keseluruhan orang Kanekes. Tidak seperti Kanekes Luar, warga Kanekes Dalam
masih memegang teguh adat-istiadat nenek moyang mereka.
Sebagian peraturan yang dianut oleh
suku Kanekes Dalam antara lain:
- Tidak diperkenankan menggunakan kendaraan untuk sarana transportasi
- Tidak diperkenankan menggunakan alas kaki
- Pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah sang Pu'un atau ketua adat)
- Larangan menggunakan alat elektronik (teknologi)
- Menggunakan kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang ditenun dan dijahit sendiri serta tidak diperbolehkan menggunakan pakaian modern. Kelompok masyarakat kedua yang disebut panamping adalah mereka yang dikenal sebagai Kanekes Luar (Baduy Luar), yang tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi wilayah Kanekes Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. Masyarakat Kanekes Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam.
Kanekes Luar merupakan orang-orang
yang telah keluar dari adat dan wilayah
Kanekes Dalam. Ada beberapa hal yang menyebabkan dikeluarkannya warga Kanekes
Dalam ke Kanekes Luar:
- Mereka telah melanggar adat masyarakat Kanekes Dalam.
- Berkeinginan untuk keluar dari Kanekes Dalam
- Menikah dengan anggota Kanekes Luar
Ciri-ciri masyarakat orang Kanekes
Luar
- Mereka telah mengenal teknologi, seperti peralatan elektronik.
- Proses pembangunan rumah penduduk Kanekes Luar telah menggunakan alat-alat bantu, seperti gergaji, palu, paku, dll, yang sebelumnya dilarang oleh adat Kanekes Dalam.
- Menggunakan pakaian adat dengan warna hitam atau biru tua (untuk laki-laki), yang menandakan bahwa mereka tidak suci. Kadang menggunakan pakaian modern seperti kaos oblong dan celana jeans.
- Menggunakan peralatan rumah tangga modern, seperti kasur, bantal, piring & gelas kaca & plastik.
- Mereka tinggal di luar wilayah Kanekes Dalam.
- Sebagian di antara mereka telah terpengaruh dan berpindah agama menjadi seorang muslim dalam jumlah cukup signifikan.
Apabila Kanekes
Dalam dan Kanekes Luar tinggal di wilayah Kanekes, maka "Kanekes
Dangka" tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2
kampung yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam).
Kampung Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam buffer zone atas
pengaruh dari luar.
Rumah
Orang Kanekes (Baduy), Rumah masyarakat Baduy didirikan diatas batu, suatu
kepercayaan mereka bahwa rumah supaya kokoh harus didirikan diatas batu yang
dinamakan rumah panggung. Rumah panggung dalam umumnya mempunyai 2 pintu yaitu
utara & selatan sementara untuk Baduy luar umumnya mempunyai lebih dari 2
pintu, pintu boleh dari arah mana saja.
Proses pembuatan
rumah/membangun rumah selalu dikerjakan secara gotong royong, yang menunjukkan
bahwa masyarakat Baduy sangat tinggi rasa kebersamaannya. Adapun bentuk rumah
tidak semewah rumah di kota-kota yang dindingnya menggunakan pasir, semen,
ditata dengan indah, diberikan berbagai aksesoris dan hiasan dinding sesuai
dengan keinginan pemilik rumah, namun pada masyarakat Baduy rumah mereka cukup
sederhana, terbuat dari bahan-bahan seperti kayu yang berasal dari alamnya,
bilik bambu, atap rumbia, genting ijuk dan lain-lain yang jelas sangat
sederhana, dengan posisi semua rumah di Baduy selalu menghadap utara selatan,
yang secara logika rumah menghadap utara selatan maka proses pergantian dan
penyinaran sinar matahari sangat baik, apabila pagi sinar matahari masuk dari
arah timur dan sore hari sinar matahari masuk dari arah barat, sehingga
masyarakat baduy memiliki tingkat kesehatan yang sangat tinggi apalagi dengan
aktifitas mereka yang selalu berolah raga setiap hari, namun olah raga yang
mereka lakukan bukan olah raga yang pada umumnya dilakukan, olah raga yang
mereka lakukan adalah olah raga yang berkaitan dengan aktifitas mereka
sehari-hari.
Tempat tinggal suku
Baduy Dalam masih berupa rumah adat/tradisional yang masih dipertahankan sampai
sekarang. Rumah suku Baduy di Banten ini memiliki makna yang dalam.
Secara umum, bentuk
rumah adat banten suku Baduy ini merupakan rumah panggung yang hampir
keseluruhan bahan bangunan rumah berasal dari bambu.
• Bangunan rumah dibuat
tinggi, berbentuk panggung, mengikuti kontur/tinggi rendahnya permukaan tanah.
Pada tanah yang miring dan tidak rata permukaannya, bangunan disangga
menggunakan tumpukan batu. Batu yang dipakai adalah batu kali, berfungsi
sebagai tiang penyangga bangunan dan menahan tanah agar tidak longsor.
• Atapnya terbuat dari
daun yang disebut dengan sulah nyanda. Nyanda berarti sikap bersandar,
sandarannya tidak lurus melainkan agak merebah ke belakang. Salah satu sulah
nyanda ini dibuat lebih panjang dan memiliki kemiringan yang lebih rendah pada
bagian bawah rangka atap.
• Bilik rumah dan pintu
rumah terbuat dari anyaman bambu yang dianyam secara vertikal. Teknik anyaman
bambu yang dikenal dengan nama sarigsig ini hanya dibuat berdasarkan perkiraan,
tidak diukur lebih dulu. Kunci pintu rumah dibuat dengan memalangkan dua kayu
yang di dorong atau ditarik dari luar bangunan rumah.
• Ada 3 ruangan dalam
bangunan rumah adat ini, yaitu ruangan yang dikhususkan untuk ruang tidur
kepala keluarga juga dapur yang disebut Imah, ruang tidur untuk anak-anak
sekaligus ruang makan yang disebut tepas dan ruang untuk menerima tamu yang
disebut sosoro.
• Seluruh bangunan rumah
dibuat saling menghadap satu dengan yang lain, hanya diperbolehkan membangun
rumah menghadap ke Utara-selatan saja. Menghadap ke arah Timur-barat tidak
diperbolehkan secara adat.
Itulah bangunan rumah
adat Banten suku Baduy, yang terkenal dengan kesederhanaan, dan dibangun
berdasarkan naluri manusia yang ingin mendapatkan perlindungan dan kenyamanan.
Rumah adat ini masih dapat anda jumpai di Banten, jika anda ingin mengetahui
dan melihat secara langsung di sana.
Baju Adat Orang Kanekes, Untuk Baduy
dalam, para pria memakai baju lengan panjang yang disebut jamang sangsang. Serba putih polos
itu dapat mengandung makna suci bersih karena cara memakainya hanya dengan
disangsangkan atau dilekatkan di badan.
Bagi
suku Baduy luar, busana yang mereka pakai adalah baju kampret berwarna hitam.
Ikat kepalanya juga berwarna biru tua dengan corak batik, desain bajunya
terbelah dua sampai kebawah , seperti baju yang biasa dipakai khalayak ramai. Mereka
mengenakan busana semacam sarung warna biru kehitam – hitaman dari tumit sampai
dada.
Sedangkan,
untuk busana yang dipakai dikalangan wanita Baduy dalam maupun Baduy luar tidak
menampakkan perbedaan yang mencolok. Warna baju untuk Baduy Dalam adalah putih
dan bahan dasarnya dibuat dari benang kapas yang ditenun sendiri.
Kebudayaan
Orang Kanekes, Masyrakat Baduy sejak dahulu selalu berpegang teguh
kepada seluruh ketentuan maupun aturan - aturan yang telah ditetapkan oleh
Pu’un (Kepala Adat) mereka. Hampir keseluruhan masyarakat Baduy Luar atau Baduy
Dalam tidak pernah ada yang menolak aturan yang diterapkan sang Pu’un.
Dimasyarakat
Baduy, tidak ada orang kaya atau orang miskin di kehidupan mereka tradisional
hanya saja yang membedakan adalah begitu banyaknya aturan tradisional yang
terkesan kolot yang harus mereka patuhi.
Adat Orang Kanekes,
Pernikahan
Pasangan
yang akan menikah selalu dijodohkan dan tidak ada namanya pacaran. Orang tua
laki – laki akan bersilahturahmi kepada orang tua perempuan dan memperkenalkan
kedua anak mereka masing – masing
Pelaksanaan
akad nikah dan resepsi di lakukan di Balai Adat yang di pimpin langsung oleh
Pu’un untuk mensahkan pernikahan tersebut. Uniknya, dalam ketentuan adat orang
Baduy tidak mengenal poligami dan perceraian. Mereka hanya diperbolehkan untuk
menikah kembali jika salah satu dari mereka telah meninggal.
Hukum Adat Orang Kanekes, Di
lingkungan masyarakat Baduy jarang sekali terjadi pelanggaran ketentuan adat
oleh anggota masyarakatnya. Dan oleh karenanya, jarang sekali orang Baduy yang
terkena sanksi hukuman, baik secara hukum adat maupun hukum positif (Negara).
Hukuman Ringan
Biasanya
dalam bentuk pemanggilan sipelanggar aturan oleh Pu’un untuk diberikan
peringatan. Yang termasuk pelanggaran ringan antara lain cekcok atau beradu
mulut dengan tetangga.
Hukuman Berat
Pelaku
pelanggaran yang mendapatkan hukuman ini dipanggil oleh jaro setempat diberi
peringatan berat. Selain mendapat peringatan berat, siterhukum juga akan
dimasukan ke dalam lembaga masyarakat (LP) atau rumah tahanan adat selama 40
hari, jika hampir bebas akan ditanya kembali apakah dirinya masih mau berada di
Baduy Dalam atau menjadi warga Baduy Luar dihadapan para Pu’un dan Jaro.
Makanan
Suku Baduy, Makanan utama orang Baduy dalam yang beragam jenisnya
dan pengolahan ladang mereka tanpa menggunakan pupuk buatan pabrik, mereka
menggunakan ragam pupuk alami yang mereka buat sendiri.
Makan
nasi dengan lauk sekedarnya misalnya ikan asin yang menjadi makanan favorit mereka dan juga pete dan
bermacam lalapan yang merupakan hasil hutan serta hasil ladang mereka sendiri.
Mereka
pada umumnya makan hasil tanaman yang ditanamnya seperti dedaunan dan akarnya
(umbi – umbian).
Kesenian
Orang Kanekes, Dalam Melaksanakan upacara tertentu masyrakat Baduy
menggunakan kesenian untuk memeriahkannya. Adapun kesenian untuk memeriahkannya
yaitu:
❶
Seni Musik
Lagu
Daerah yaitu Cikarileu dan Kidung (Pantun) yang digunakan dalam acara
pernikahan.
❷
Alat Musik
Angklung
Buhun dalam acara menanam padi dan alat musik kecapi
❸
Tenun
❹ Seni Ukir
Batik.
Angklung
Buhun salah satu kesenian masyarakat Baduy yang pertaman kali
lahir, kesenian Tradisonal ini berbau magis dan mempunyai unsure saklar.
Angklung Buhun bukannya kesenian pagelaran yang setiap saat bisa ditonton,
tetapi Angklung Buhun dipentaskan pada satu tahun sekali, dengan gaya dan versi
yang sama. Semua ungkapan bertumpu pada pakem, yang dijadikan keharusan,
disamping tembang, tari, dan tabuhannya harus bisa menyatu dengan seniman yang
memainkannya. Kesenian Angklung Buhun hadir bersama dengan orang Baduy, dan
punya arti penting sebagai penyambung amanat, kepada para ahli waris untuk
mempertahankan kelangsungan anak-keturunan Baduy. Unsure seninya sebagai daya
tarik yang mampu menyentuh rasa, pementasan merupakan jembatan sebagai alat
komunikasi dalam menyampaikan, ajakan, peringatan, laranagn, dan penerangan.
Rendo Pengiring Pantung merupakan salah satu alat kesenian Tradisional masyarakat Baduy memberikan warna kehdupan budaya bervariasi, sebagai pembangkit rasa ingat para warga kepada amanat leluhurnya. Rendo hadir pada setahun sekali secara pasti, setelah selesai musim ngored, menjelang pohon padi mulai berbunga. Peristiwa ini merupakan waktu senggang yang digunakan untuk kesibukan membaca pantun,dalam membuka tabir sejarah perjalanan hidup leluhurnya.
Rendo Pengiring Pantung merupakan salah satu alat kesenian Tradisional masyarakat Baduy memberikan warna kehdupan budaya bervariasi, sebagai pembangkit rasa ingat para warga kepada amanat leluhurnya. Rendo hadir pada setahun sekali secara pasti, setelah selesai musim ngored, menjelang pohon padi mulai berbunga. Peristiwa ini merupakan waktu senggang yang digunakan untuk kesibukan membaca pantun,dalam membuka tabir sejarah perjalanan hidup leluhurnya.
Kegiatan mantun
biasanya dipimpin oleh tokoh masyarakat, yang lebih mengetahui, serta
bertanggung jawab untuk menyampaikan amanat. Mantun merupakan upacar kecil yang
dilakukan dari rumah ke rumah, pada malam hari untuk lek-lekan sampai larut
malam.
Golok atau
bedog menjadi atribut sehari-hari kaum laki-laki Bady. Ada dua macam golok yang
dibuat dan digunakan oleh Masyarakat Baduy, yaitu golok polos dan golok
yang berpamor. Golok polos dibuat dengan proses biasa, menggunakan besi
baja bekas per pegas kendaraan bermotor yang ditempa berulang-ulang. Golok ini
biasanya di gunakan untuk menebang phon, mengambil bambu, dan keperluan
lainnya, sedangkan golok yang berpamor adalah golok yang telah dipercayaai
kekuatannya memili urat-urat atau motif gambar yang meneyerupai urat kayu dari
pangkal hingga ujung golok pada kedua permukaannya. Proses embuatannya lebih
lama dan memerlukan percampuran besi dan baja yang khusus. Kekuatan dan
ketajaman golok pamor melebihi golok polos biasa, di samping itu memiliki
charisma tersendiri bagi yang menyandangnya.
Golok buatan
orang Baduy –Dalam berbeda dengan buatan orang Baduy-Luar, perbedaannya
terletak pada serangka dan perahnya, baik yang berpamor maupun tidak. Golok
terbuat dari bahan baja dan besi pegas kendaraan bermotor. Pembuatannya dengan
cara menempas besi baja tersebut hingga pipih dan tajam dengan pemanasan arang.
Hiasan golok
diterakan pada bagian sarangka dan perah tersebut, dengan menggunakan pisau
panggot, pisau raut atau gergaji kecil.
Bahan untuk membuat sarangka adalah kayu Reunghas, dan
perahnya dari bahan kayu duren atau kayu jenis lain yang lebih keras. Pengikat
atau pengkuat serangka menggunakan bahan tanduk sapi atau kerbau yang telah
diraut. Tanduk sapi atau kerbau terkadang digunakan untuk perah golok
(berdasarkan pesanan).
Kujang
Kujang adalah alat untuk keperluan bercocok taman
dihuma, minyal untuk nyacar dan ngored. Alat ini di untuk didaerah sunda yang
lain dinamakan “arit”. Kujang dibuat dari bahan besi dan baja yang ditempa.
Alat ini disebut dengan kujang karena berbentuk mirip kujang senjata khas
pajajaran dan kini sekarang menjadi symbol jawabarat.
Istilah kujang
ditujukan untuk bentuk seperti kujang dengan bagian bawahseperti golok, alat
ini sering diunakan oleh masyarakat Baduy Dalam. Sedangkan bagi masyarakat
Baduy Luar biasanya menggunakan istilah “Kored” (alat untuk pekerjaan ngored/
membersihkan rumput di Huma).
Kapak Beliung
Baliung adalah
alat untuk menebang pohon besar atau sbagai perkakas untuk membangun rumah. Di
daerah lain disebut kapak, gagangnya terbuat dari kayu yang sedikit panjang
(30-35cm). Tenaga dan tekan baliung lebih besar dan kuat dari pada golok, oleh
karena itu baliung terbuat dari besi baja yang lebih besar dan tebal pada
bagian pangkal.
Kepercayaan Orang Baduy adalah Sunda Wiwitan, berorientasi
pada bagaimana menjalani kehidupan yang mengandung ibadah dalam berperilaku.
Pola kehidupan sehari – hari, langkah upacara, dengan melalui hidup yang
menggunakan kesederhanaan (tidak mewah – mewahan)seperti tidak menggunakan
listrik, tembok, mobil, dll.
Tata
cara ibadah masyrakat Baduy ada 7 syahadat. Tidak melakukan sholat, tetapi
mereka mempunyai cara dalam melakukan ibadah dengan membagi kedalam 2 cara,
yaitu:
Ibadah Khusus:
Hari raya masyrakat Baduy, yang dinamakan kawalu selama 3 bulan dengan prosesi
melakukan puasa 1 hari.
Ibadah Umum:
perilaku kehidupan sehari – hari seperti ucap lampah laku yang harus selalu
dijaga.
Bahasa
& Mata pencarian Orang Kanekes, Bahasa yang
mereka gunakan adalah bahasa sunda dialek Sunda – Banten. Untuk berkomunikasi
dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia.
Mata
pencaharian masyarakat Suku Baduy yang paling utama adalah bercocok tanam padi
huma dan berkebun serta membuat kerajinan koja atau tas dari kulit kayu,
mengolah gula aren, tenun.
Untuk
memenuhi kebutuhan sandangnya masyarakat suku Baduy melakukan penanaman biji
kapas, memanen, memintal, dan menenun sendiri kain yang digunakan sebagai bahan
pakaian.
Nah
itulah informasi seputar Orang Kanekes semoga bermanfaat yang saya peroleh dari
berbagai sumber di internet. Jika berkenan ingin melihat dengan format Power
Point silahkan download: http://www.4shared.com/file/cMjA9cDFce/SUKU_BADUY_XI_AK.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar